14 Februari 2015

opini: Dinamika Sosial dan Intelektual Islam Indonesia, Abad 17-19 M; “Jaringan Ulama”

Dinamika Sosial dan Intelektual Islam Indonesia, Abad 17-19 M; “Jaringan Ulama”
Islam Indonesia sejak dari awalnya sangat kosmopilit, sangat kosmopolit artinya sangat terkait, dengan berhubungan dengan bahagian dunia yang lain. Jadi bukan Islam yang terpencil atau terpisah dari dinamika Islam di tempat-tempat lain. Dan ini di buktikan dengan temuan oleh Prof. Azyumardi Azra. Dalam penelitianya mengenai “Jaringan Ulama”.
Di dalam jaringan ulama itu terlihat bahwa para penuntut ilmu atau murid-murid jawi yang datang dari Nusantara-Indonesia ini, belajar ke Mekah dan Madinah. Kemudian dari Mekah dan Madinah meraka bertemu dan belajar dengan para ulama-ulama yang kosmopolit, yang berasal dari berbagai penjuru di duina Muslim. Meraka belajar dalam berbagai bidang ilmu atau macam-macam ilmu. baik yang berkenan dengan ilmu-ilmu eksotorik seperti fiqh, tafsir. Tapi juga ilmu-ilmu esoteris, ilmu-ilmu mengenai tasawuf dan sebagainya. Jadi keilmuan mereka lengkap dan inilah salah satu faktor yang membuat Islam Indonesia sangat kosmopolit dari dulu sampai sekarang, jadi bukan Islam yang asik dengan dirinya sendiri tapi juga Islam yang terkait dan juga dengan keilmuannya.
Para ulama ketika kembali ke tanah air, mereka selalu terlibat aktif dalam proses kontekstualisasi Islam, ke dalam budaya lokal. Ini bisa kita lihat dari pengalaman murid jawi yang kemudian menjadi ulama besar pada abad ke-17 m. Seperti, Abd al-Rauf Singkel, Nuruddin Raniri, Yusuf  Makassar, dan berlanjut pada abad ke 18-19 m,  Abd al-Shamad Palembang, Muhammad Arsyad Banjar dan Nawawi Banten dan seterusnya.
Meraka adalah ulama besar yang selalu memiliki pemikiran bagaimana Islam yang mereka pelajari di Mekah dan Madinah itu bisa terkontekstualisasi dengan bahasa lokal. Memang dalam tulisan pengajaran menggunakan bahasa Arab tetapi Islam itu di jelasakan dengan bahasa lokal (melayu, sunda, jawa). Sehingga kemudian dengan proses ini maka Islam itu menjadi terpadu atau integrate, menjadi bahagian integral dari budaya lokal.
Dan inilah, dinamika sosial dan intelektual Islam Indonesia. Sesuatu yang membangun Islam Indonesia, yaitu memiliki ciri khas Islam Indonesia. Dengan membangun Islam Indonsia dan para ulama yang telah memiliki hubungan intensif, Nusntara-Arab. Maka kemudian munculah lembaga-lembaga sosial dan intelektual keagamaan secara signifikan, yang menyumbangkan banyak pembentukan tradisi pemikiran (intelektualisme) dan keilmuan Islam di Nusantara.
Selain daripada itu para ulama tersebut sangat berkontribusi tidak hanya dalam membangun tradisi keagaaman tapi juga membangun tradisi intelektualisme Indonesia. Baik ajaran agama Islam mupun pemikiran yang telah dikembangkan oleh para ulama tersebut. Dan karena para ulama itu memiliki ketinggian keilmuan dan ketinggian intelektualisme yang jika dibandingkan Islam yang  berkembang di tempat-tempat lain maka patut kita apresiasi dengan melihat karya-karya besarnya. Tetapi karya-karya besar ini yang saya kira masih perlu kita kaji lebih jauh atau waspadai. Karena, selama ini sudah dikaji juga, tetapi banyak yang masih yang harus kita lakukan untuk mengungkapkan intelektualisme mereka, walaupun sebagian ahli berpendapat bahwa karya-karya besar itu telah terkemuka.
Dari pembahasan di atas dapat di sampaikan simpulan bahwa, semenjak pada abad ke-17 m perkembangan dinamika sosial dan Intelektual Islam Indonesia sangat signifikan, terhadap dalam membangun pemikiran (intelektualisme) dan keilmuan Islam di Nusantara. Perkembangan ni terjadi karena pada abad-abad (abad ke-17 M.) tersebut merupakan era yang cukup dinamis dalam sejarah sosial-intelektual Islam Indonesia, dengan jaringan ulama sebagai sumber dinamikanya.
Dan yang dimaksud dinamika sosial dan Intelektual Islam adalah semangat gerak masyarakat Islam secara terus-menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat Islam Indonesia. Pergerakan itu mulai dilakukan oleh para ulama Nusantara-Indonesia abad ke-17 m, salah satu contoh, Hamzah Fanshuri. selanjutnya sampai ulama abad ke-19 m, Nawawi Banten atau Ahmad Khatib Minangkabau. Oleh karena itu, maka kemudian Islam di Indonesia memiliki ciri khas. Dan bisa dikatakan bahwa tak keliru Islam itu menjadi terpadu dengan damai atau integrate, menjadi bahagian integral dari budaya lokal Nusantara.
Disqus Comments